Zaman ini, peralatan yang memudahkan manusia semakin bertambah. Mulai dari blender hingga laptop. Gaya hidup hedonis mulai menjalar ke segala penjuru dunia. Masyarakat, khususnya kaum muda tergila-gila oleh teknologi yang memanjakan mereka. Bahkan, lingkup pesantren sudah mulai terpengaruh.
Bagaimana santri bisa maju dengan gaya hidup yang glamour, dan mereka tidak terlalu terpengaruh? Jawabannya adalah santri menggunakan teknologi itu seperlunya. Gaya hidup yang tak terlalu dipikirkan oleh mereka. Mungkin mereka hanya tertarik dengan mode dan musik saja. Santri biasanya memakai teknologi yang ada manfaatnya saja.
Seorang santri bisa saja duduk di Starbuck, yang katanya ikon kafe para pemuda dan eksekutif itu sambil berselancar di internet dengan macbooknya dan memegang iPhone. Akan tetapi santri itu bisa Bahasa Arab dan Inggris baik lisan dan tulisan juga mampu menghapal al-Qur’an.
Contoh itulah yang harus ditiru oleh santri-santri yang mampu melaju di tengah badai zaman tanpa harus malu membeberkan identitasnya sebagai santri. So, tidak ada yang dikhawatirkan dengan adanya gadget yang menunjang kegiatan manusia. Dari sisi manfaat juga banyak. Dengan ponsel atawa MP3, santri bisa mengaji al-Qur’an atau membaca dan menela’ah kitab kuning. Lalu dengan gadget itu, mereka bisa memanage timming mereka untuk beribadah dan melakukan kegiatan lainnya. Laptop juga bisa digunakan unuk dakwah dengan mengetik tulisan dan mengirimnya ke media masa atau mempublikasikannya sendiri di blog.
Santri modern tampilannya juga tidak terlalu urakan apalagi funk. Santri lebih baik berpenampilan sederhana meskipun sedikit modis. Bolehlah pakai jeans, tap nggak usah di model bolong-bolong lututnya. Juga nggak usah pakai baju yang aneh-aneh. Rambut juga nggak usah dimodel. Cukup yang rapi dan terlihat keren.
Santri yang dikatakan modern juga berfikiran maju untuk dirinya, orang lain, pesantrennya, masyarakat, hingga negaranya. Santri harus punya ide yang membangun dan memiliki ciri-ciri seperti Siddiq, Amanah, Tablig, Fathanah.
Siddiq merupakan elemen penting bagi santri. Jika santri tidak dipercaya oleh masyarakat, maka kesantriannya berkurang atau bahkan tidak ada. Kalau Siddiq sudah diraih maka yang dibutuhkan adalah Amanah. Seseorang yang dibebani amanat harus dilaksanakannya. Apabila santri tidak bisa memegang amanat maka ia tidak Siddiq di mata masyarakat sekitarnya dan ia merusak nama baik santri. Akibatnya ia tidak akan disuruh menjadi imam di musholla atau memberikan kultum dan tidak akan disegani atau diundang dalam berbagai acara di masyarakat.
Untuk mendakwahkan segala ilmu yang telah santri dapatkan kepada masyarakat dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dia harus memiliki sifat Tablig. Mengapa harus menggunakan sifat ini. Karena santri diterjunkan kepada masyarakat semata-mata untuk megajak mereka ke jalan yang lurus karena santri adalah calon ulama di mata masyarakat. Percuma kalau santri tidak bisa minimal ceramah atau kultum, mungkin sangat malu dan tidak parcaya diri karena banyak orang non santri bisa ceramah di depan orang lain.
Terakhir, santri harus Fathanah yaitu pintar dan cerdas. Pintar dalam keilmuan Kauniah dan Dirosah Islamiyah seperti ilmu Fiqih, ilmu Hadist, ilmu Tafsir, dsb. Ia juga harus cerdas dan inisiatif dalam semua acara kemasyarakatan, aktif dalam musyawarah antara masyarakat sekitar, sering mengemukakan pendapat di dalam kesempatan apapun. Santri juga harus beradab dan bersopan santun dalam menghadapi masyarakat. Apa jadinya, kalau santri tidak cerdas dan beradab? Mungkin masyarakat akan menjauhinya otomatis ketiga cirinya juga tidak terhapus karena Fathanah adalah sifat pelengkap para santri.
Selain empat ciri di atas, mungkin masih kurang jika hanya itu. Santri sebagai Power of Islam harus mengusai bahasa Arab dan Inggris. Karena bahasa Arab adalah termasuk doktri Islam dan bahasa al-Qur’an serta bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Santri harus menguasai keduanya baik lisan maupun tulisan. Terus, ada nilai plusnya jika santri bukan hanya menguasai bahasa, dia juga Hafizd al-Qur’an. Maka dia adalah santri multitalenta.
Jadi, santri itu nggak gampang untuk jadi panutan atau mungkin jadi santri yang maju di masyarakat nanti. Harus ada kiat-kiat tertentu untuk meraihnya yang membuatnya menjadi hebat. Santri yang intelek bukan cuma santri yang ecek-ecek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar